Iring-Iringan Jenazah

30 Desember 2021

Saya lagi nunggu angkot di halte pinggir perempatan lampu merah jalan Arteri. Tiba-tiba ada suara sirine memecah kerumunan mobil-mobil, berusaha membuka jalan dan menerobos kemacetan. Di belakang motor polisi disusul iring-iringan panjang motor-motor pembawa bendera kuning. Dari pengemudi motor-motor itu ada sebagian pakai baju koko, sisanya kebanyakan pakai seragam ojol warna-warni. Semua warna ojol ada, hijau muda, hijau tua, merah, kuning, orange.

Beberapa motor ojol berhenti di tengah perempatan, menyetop dan memblokir jalan dari ketiga arah lainnya. Beberapa ojol turun ke tengah jalan, memberi aba-aba sekaligus semacam ingin memberi penghomatan terakhir. Setelah konvoi motor-motor ojol yang lumayan panjang itu, barulah muncul mobil jenazah yang berada di urutan terbelakang, melaju tidak terlalu kencang, padahal jalan sudah lancar karena dibuka konvoi ojol yang mendahuluinya.

Saya memandangi ambulan bercorak logo partai navy kuning itu dengan perasaan bercampur; heran, amazed, terenyuh, sekaligus sedih. Tak lupa menyempatkan kirim doa semoga si mayit di dalamnya diampuni dosanya dan ditempatkan di tempat terbaik.

Saya terpikir dua hal;

  1. Oh mungkin yang meninggal orang baik sampai yang nganter sebanyak itu.
  2. Oh sepertinya, hidup komunal tidak seburuk itu. Setidaknya ada yang berduka dan menyempatkan melayat ke pemakamanmu.

Sepanjang saya hidup, saya selalu hidup menyendiri. Tidak punya teman atau pasangan, tidak juga dekat dengan keluarga dan tidak punya hubungan baik dengan orangtua. Saya akui ada perasaan iri dengan siapapun jenazah yang ada di dalam mobil ambulan partai itu. “Enak kali ya punya sense of belonging dalam hidup”. Saya yakin, nggak semua dari ojol-ojol itu kenal dekat dengan almarhum, tapi melihat mereka mau mengantar ke peristirahatan terakhir dan memberi penghormatan terakhir pada orang yang nggak mereka kenal itu membuat saya kembali percaya bahwa masih ada rasa kemanusiaan di dunia ini.

Jenazah itu beruntung, karena entah kenapa saya selalu berpikir bahwa jika kamu mati dan tidak ada yang berduka dengan kematianmu, maka kematian dan semasa hidupmu selama ini sia-sia.

Dan saya lebih takut mati sia-sia daripada kematian itu sendiri.

Tinggalkan komentar