Ke Mana Aja? (2)

Kalau mau nurutin omongan pakar personal branding mana pun, ketidakkonsistenan saya dalam menulis online, di platform apapun (WordPress, Medium, Instagram, dll) adalah upaya membangun personal branding yang gagal dan sia-sia. Tapi nggak apa, mau pencitraan kayak gimanapun, kayaknya saya nggak akan bisa lepas dari image mbak-mbak rebel, melankolis dan depresif.

Tulisan terakhir saya di sini tertanggal setahun yang lalu. Rasanya dua tahun terakhir tulisan saya yang serius (dan tidak serius) bisa dihitung jari. Tapi memang harus saya akui sejak akhir 2020 saya sedang berada dalam writing slump (tentu saja thanks to mental illness!). Saya masih berusaha mencari tahu apa sebenarnya sesuatu dalam kepala ini yang sampai saat ini masih mengganggu fungsi sehari-hari. Update terakhir tentang ini; bulan lalu saya menemui psikiater baru untuk pertama kalinya setelah pindah ke sini dan beliau bilang ada kemungkinan ADHD/ADD selain CPTSD, dan tentu saja masih perlu asesmen lebih lanjut. Doakan segera dimampukan untuk mengakses tindakan & pengobatan medis 🙂

Agak klise rasanya, kalau tiba-tiba muncul dan langsung mengeluh pengen m-word. Tapi ya memang saat ini saya tidak sedang dalam kondisi yang baik-baik saja. Ada terlalu banyak hal terjadi selama periode saya absen dari sini.

Selain itu, ada satu objek infatuasi yang mulai dari hadir sampai menghilangnya luput saya tulis di sini. Agak lucu kalau dipikir-pikir setelah saya hitung-hitung ternyata butuh waktu hampir 3 tahun untuk move on dari objek infatuasi terakhir yang saya tulis di sini. Belionya sekarang sudah menikah dan bahagia, saya nggak tahu kabarnya karena saya sengaja menghindari nonton semua platform dari media yang belio asuh.

Yang terbaru ini 180 derajat kebalikan dari belio. Lucunya, meskipun personality orangnya berlawanan, ternyata pola infatuasi ini masih sama (ya memang dasarnya saya aja yang harus membereskan dari dalam trauma dan attachment wounds diri sendiri, biar nggak terus-terusan menarik emotionally unavailabe men!). Pengen di-skip tapi kok kehadirannya cukup signifikan dan jadi salah satu tema utama 2022 saya. Tapi kalau ditulis nanti blog ini jadi kayak adaptasi film Everything, Everywhere All At Once alias mbulet rek absurd tapi nggarai nanges.

Oh ya di tahun baru ini saya punya goal buat mengurangi tendensi perfeksionisme saya dengan konsisten menulis tiap hari bagaimanapun jeleknya bentukannya, mencoba berdamai dengan tulisan jelek sebelum bisa menulis yang bagus.

Ini percobaan pertama.

Tinggalkan komentar