Instagram Anxiety

Sebenarnya saya ingin menulis tentang detoks media sosial, tapi rasa-rasanya saya tidak punya kapasitas untuk itu karena media sosial yang benar-benar saya hapus hanya Twitter. Satu-satunya alasan saya mempertahankan Facebook adalah karena disitu lah sumber saya mencari informasi tentang kos-kosan. Sementara Instagram ternyata masih saya perlukan karena tuntutan banyak lowongan pekerjaan di dunia digital yang menjadikan aktif Instagram sebagai salah satu kualifikasi yang seringkali diminta.

Dalam tulisan kali ini saya memilih untuk memfokuskan membahas before-after rasanya detoks Instagram saja. Selama tiga minggu lebih saya disable sementara akun Instagram saya, salah satu hal yang sangat terasa perbedaannya adalah saya jadi merasa lebih ‘terbebas’. Rasanya plong, damai dan tentram. Memangnya terbebas dari apa sik? Setidaknya beberapa alasan berikutlah yang menjadikan Instagram bagi saya adalah sumber trigger dan anxiety..

1. Instagram memicu komparasi dan evaluasi diri berlebihan

Minggu lalu saya mental breakdown setelah melihat postingan beberapa teman saya yang sedang merayakan satu tahun wisuda mereka di Instastory alias throwback. Hal itu memicu anxiety dan self-loathe saya kambuh karena saya seperti sedang dijejali fakta tepat di depan mata bahwa saya tertinggal jauh dengan mereka.

Untuk menghindari hal tersebut terulang lagi, saya mengambil langkah sigap dengan mensenyapkan semua update-an teman-teman seangkatan saya agar tak lagi muncul di linimasa. Saya tak peduli jika dianggap berlebihan. Bagi saya kewarasan dan kedamaian batin saya adalah prioritas utama.

2. Bahkan dalam interaksi virtual pun tak luput dari ketakutan akan penolakan

Mungkin ini terdengar konyol, tapi saya sering merasa seperti diabaikan saat hanya sedikit orang yang merespon atau menanggapi pertanyaan atau polling di Instatory yang saya unggah. Saya juga merasa seperti sedang ditolak saat orang yang saya kenal tiba-tiba meng-unfollow saya.

3. Kerap paranoid dan merasa seperti sedang diawasi

Saya tidak tahu mungkin ini hanya perasaan saya saja, tapi banyak sekali akun-akun kosong yang digembok yang mem-follow saya. Atau tidak follow tapi selalu menjadi pemantau rutin Instastory saya. Saya merasa seperti sedang di-stalk dan diawasi oleh beberapa orang di luar sana entah siapa.

4. Kecenderungan untuk mengantisipasi dan menghindari interaksi yang tidak diinginkan

Resiko akun yang tidak di-private adalah bisa dengan mudah dijangkau dan dilihat oleh siapapun. Apalagi akun saya akun bisnis. Kadang saya mendapat DM aneh dari orang yang tidak dikenal, pernah juga mantan pembully saya tiba-tiba kirim undangan pernikahan, atau hal sepele lain yang paling menjengkelkan misalnya mendapat komentar negatif yang tidak diinginkan saat mengunggah sebuah unggahan.

Beristirahat sejenak dari Instagram seolah memberikan angin segar bagi saya dan membebaskan diri saya dari perasaan-perasaan negatif seperti di atas. Jadi begitulah kira-kira hal-hal yang memicu Instagram anxiety versi saya, bagaimana dengan kalian? Pernahkah kalian merasakan kecemasan yang sama?

4 pemikiran pada “Instagram Anxiety

  1. Alhamdulillah gak pernah Mbak. Ada yang ngelike ya seneng, gak ada ya kan niatnya berbagi informasi. Ada yang terbantukan syukur, enggak ya gpp.
    Kalau saya difollow akun Private biasanya saya tidak folback karena seringnya mereka jualan.
    Saya lebih suka main Quora daripada semua medsos lainnya.
    Membantu orang dengan menjawab pertanyaan lebih membuat saya bahagia.

    Suka

  2. Satu hal lagi di Instagram atau media sosial lainnya adalah evaluasi individu akan keberhasilan cenderung bergeser mbak, dari apresiasi nyata ke apresiasi digital. Jumlah like, comment, views jadi patokan beberapa orang terhadap keberhasilannya. Jadinya malah under appreciate ke dirinya sendiri.

    Disukai oleh 1 orang

Tinggalkan komentar