#UlasBuku: Atraksi Lumba-lumba dan Kisah-kisah Lainnya

Judul: Atraksi Lumba-lumba dan Kisah-kisah Lainnya

Penulis: Pratiwi Juliani

Tahun: 2018

Penerbit: Kepustakaan Populer Gramedia

ISBN: 978-602-481-025-2

Jumlah halaman: 275 halaman

***

Buku ini adalah buku pertama yang tuntas saya baca di tahun 2019 ini. Akhir-akhir ini saya memang terobsesi dengan cerpen. Saya ingin membaca lebih banyak cerpen untuk memperbanyak referensi saya dalam belajar menulis cerpen. Saya membeli buku ini seminggu yang lalu setelah tidak sengaja menemukannya di salah satu sudut rak novel Gramedia Merdeka. Seperti biasa, saya selalu clueless tiap kali membeli buku. Buku ini memenuhi semua kriteria yang saya cari pada saat itu; kumpulan cerpen, bergenre pop tapi masih ada unsur sastranya, dan penceritaannya mengunakan sudut pandang orang pertama. Untuk urusan memilih buku fiksi, saya memang selalu rewel dan punya pertimbangan tersendiri.

Setelah tuntas membacanya selama satu minggu saya bisa bilang kalau buku ini cukup berkesan bagi saya, beberapa hal berikut mungkin bisa sedikit menggambarkannya..

1. Cerita-cerita yang dihimpun dalam buku ini terbilang cukup panjang untuk ukuran cerpen

Buku setebal 275 halaman ini terdiri dari 11 cerpen, kasarnya rata-rata tebal tiap cerpennya berarti sekitar 25 halaman. Dalam cerita sepanjang itu jangan bayangkan kamu akan mendapati kisah panjang berliku-liku dengan alur naik-turun nan kompleks. Sebaliknya, cerpen-cerpen dalam buku ini hanya berisi secuil fragmen-fragmen kehidupan yang mungkin tak terbayangkan terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Lalu apa yang membuat isi ceritanya sepanjang itu? Kalian akan menemukannya di poin selanjutnya.

2. Gaya penceritaan dengan deskripsi yang runut dan detail mampu menghipnotis pembacanya untuk ikut terhanyut dalam kata demi kata

Gambaran warna baju orang-orang di pinggir jalan, tali jemuran di dinding kamar mandi, dan gemuknya patung batu singa di pelataran lobby mal adalah sebagian contoh hal-hal trivial yang dideskripsikan dengan detail dalam cerpen-cerpen yang ada dalam buku ini. Pembaca seolah diajak ikut merasakan rasanya menjadi tokoh dan mengalami langsung hal-hal yang terjadi dalam cerita, mulai dari di mana tokoh berada, apa yang dilihat tokoh, apa yang dirasakan tokoh, dsb. Semuanya detailnya tergambar dengan apik dalam jalinan-jalinan kata demi kata dan kalimat yang membentuk satu kesatuan cerita utuh.

3. Selain terhanyut, pembaca juga akan tenggelam dalam dialog-dialog sederhana namun penuh makna

Alih-alih akan menemukan cerita dengan konflik-konflik yang intense, cerpen-cerpen dalam buku ini bisa dibilang nyaris tanpa konflik yang berarti. Yang ada hanyalah penggalan-penggalan dialog sederhana namun mendalam dan penuh arti. Selain penceritaan yang deskriptif dan detail, kekuatan cerpen-cerpen Pratiwi Juliani tersebut juga terletak pada dialog-dialog tokohnya yang kontemplatif dan sarat makna.

4. Pembaca serasa diajak mengembara ke pulau antah berantah yang jauh dari hingar-bingar kota

Hutan, sungai dan rawa-rawa menjadi latar yang dominan dalam sebagian besar cerpen yang ada dalam buku ini. Tidak ada Jakarta maupun kota besar lainnya. Faktor latar belakang Pratiwi Juliani yang lahir dan besar di Kalimantan lah yang saya rasa punya andil besar dalam menentukan latar dan penggambaran lingkungan kehidupan tokoh yang ada dalam cerpen-cerpennya.

Dari sebelas cerpen yang ada dalam buku ini, ada dua cerpen yang menjadi favorit saya, yaitu “Rambutan yang Tumbuh di Kepala” dan “Film”. Meskipun setting waktu dalam cerpen-cerpen karya Pratiwi Juliani ini tidak terdefinisikan dengan jelas secara eksplisit, entah kenapa dalam bayangan saya cerita-cerita dalam buku ini terjadi pada sebuah era jadul jauh sebelum era modern, kecuali dua judul yang saya sebutkan tadi. Mungkin relevansinya dengan jaman sekarang lah yang menjadi alasan saya memfavoritkan dua judul tersebut.

Saya pribadi akan memberikan nilai 5/5 untuk buku ini, namun bukan berarti buku ini tak luput dari kekurangan. Poin kedua yang saya tuliskan di atas adalah kelebihan sekaligus kekurangan yang ada dalam buku ini. Narasi panjang nan detail dan deskriptif memang mampu membangkitkan imajinasi serta membuat penceritaan terasa lebih hidup. Namun bagi sebagian pembaca mungkin itu akan terasa membosankan karena harus membaca detail-detail yang mungkin trivial dan tidak ada hubungannya dengan inti cerita.

Kelenturan bahasa tutur dalam buku ini pun bak dua sisi mata uang, di satu sisi membuatnya terasa sangat luwes dan mengalir namun di sisi lain terkadang malah membuat ceritanya jadi terkesan melebar kemana-mana. Tapi untungnya hal tersebut masih dalam porsi yang pas dan tidak terlalu mengganggu, dengan adanya sisi cerita yang ngelantur tersebut bagi saya malah semakin memperkaya pengalaman membaca.

Buku ini menawarkan pengalaman membaca yang mengasyikkan sekaligus menenangkan. Pembaca sekalian khususnya yang mengaku mind wanderer saya yakin akan suka dengan buku ini~

Tinggalkan komentar